BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Myanmar
merupakan negara dikawasan Asia Tenggara, tepatnya di sebelah Barat
berbatasan dengan Bangladesh, India, dan Teluk Benggala; di sebelah Timur
berbatasan dengan Laos, Thailand, dan Cina; di
sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Andaman, dan sebelah Utara berbatasan
dengan Cina..Penduduk Myanmar merupakan keturunan dari ras Mongol, selebihnya
adalah keturunan dari India dan Pakistan. Hampir 75% dari mereka bekerja di
sektor pertanian dan banyak yang tinggal di desa. Myanmar merupakan negara jajahan
Inggris.
Tahun 1635 Belanda telah mendirikan
vektory dagang di Syiriam dan mulai mengadakan monopoli dagang di daerah
tersebut. Belanda dipandang berhasil dalam mencari keuntungan di Burma, maka
Inggris mengikuti jejak Belanda dengan mendirikan Victory dagang di Syiriam
(1647) yaitu EEIC. Namun, karena Inggris tidak mampu bersaing dengan Belanda,
maka usaha dagang tersebut tahun 1657 ditutup. Sementara itu, di Burma sendiri
banyak terjadi kekacauan baik masalah perebutan kekuasaan, terjadinya
pemberontakan bangsa Mon maupun perlawanan terhadap kedatangan orang-orang
asing seperti Belanda dan Inggris ke Burma. Bersamaan dengan kedatangan
orang-orang Barat tersebut, di Burma terjadi perebutan kekuasaan, muncul
pemimpin baru dari dinasti Kenbaung bernama Aungzeya, setelah berhasil memukul
mundur bangsa Mon.
Pihak
Inggris juga bermaksud ingin meluaskan usaha dagangnya dari India ke Pegu. Oleh
karena itulah ketika Alaungpaya minta bantuan Inggris untuk menghadapi bangsa
Mon di Syriam dan Inggris bersedia membantu. Alaungpaya terkenal sebagai
pemimpin besar Burma yang berhasil menyatukan seluruh Burma kedalam
kekuasaannya dengan membantu angkatan perang Burma yang kuat dan ditakuti oleh
negara-negara tetangga. Dengan bantuan Inggris pulalah kerajaan Ayut’ia di
Ayut’ia tahun 1760 dapat ditakhlukkan. Namun para penggantinya tidak bisa
melanjutkan cita-cita ayahnya, sehingga hubungan dengan Inggris (EEIC) dengan
Burma menjadi renggang bahkan terhenti untuk beberapa tahun.
Pengganti-pengganti Alaungpaya terutama Hsinbyushin (1763-1776) berhasil
memperkuat kedudukannya dan tidak suka diperalat Inggris. Bahkan raja-raja
berikutnya seperti Badawpaya (1782-1819). Beliau mengadakan perlawanan terhadap
Inggris di India. Hal ini oleh Inggris dipandang sebagai ancaman, karena itu
kekuatan Burma harus di hancurkan keadaan demikian itulah yang mendorong
timbulnya konflik dan peperangan antara Inggris dengan Burma yang terjadi
sampai tiga kali, yaitu Perang Burma-Inggris I (1824-1826); Perang
Burma-Inggris II (1852-1853); Perang Burma-Inggris III (1885).
2.1 Rumusan
Masalah
1.
Bagimanakah Awal Kedatangan Bangsa Eropa Di Burma ?
2.
Bagaimanakah Imperialisme Inggris Di Burma ?
3.
Bagaimanakah Munculnya Nasionalisme Di
Burma ?
2.2 Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui Awal Kedatangan Bangsa Eropa Di Burma
2.
Mengetahui Imperialisme Inggris Di Burma
3.
Mengetahui Nasionalisme dan Lngkah-langkah Kemerdekaan Burma
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1
Awal Kedatangan Eropa Di Burma
Inggris
mendapat kesempatan baik untuk menanamkan kedudukannya di Burma ketika
mendapatkan izin dari raja Alaungpaya mengangkat dirinya sebagai raja di Ava
padd tahun 1753-1760. Inggris mendapatkan tempat tinggal di Nacrais dan
Bassein. Dengan bantuan Inggris Alaungpaya berhasil menguasai seluruh Burma.
Tujuan Inggris membantu Alaungpaya waktu itu adalah untuk mengkonsolidir Burma
sebagai rintangan terhadap ekspansi Perancis dari Indo Cina ke barat. Tetapi
raja-raja Burma pengganti Alaungpaya makin kuat kedudukannya dan tidak
diperalat Inggris. Bahkan mereka menyerbu Inda meraks besar Inggris. Selain
Inggris bangsa Eropa yang datang ke Burma adalah Portugis, Italia dan Belanda.
Dari Malaka
Portugis, mengirimkan dutanya ke Myanmar dan Siam. Kemudian dari Myanmar juga
ia mengirimkan Angkatan Bersenjata ke Maluku di bawah Antonio d”Abreu (1512).
Sebetulnya Portugis telah mendapatkan hubungan dagang yang menguntungkan dengan
Ternate, Tidore, dan Halmahera. Mereka melaksanakan politik MONOPOLI
PERDAGANGAN, sehigga timbul perlawanan dari penguasa setempat. Tahun 1522
portugis mencoba berhubungan dengan ratu Padjajaran melalui pelabuhan Sunda
kelapa untuk membendung kekuasaan Islam. Upaya tersebut dialihkan ke
Blambangan, akan tetapi mengalami kegagalan. Karena kesombongan Portugis
sendiri, penyebaran agama Katolik yang dipimpin oleh Franciscus Xaverius,
mengalami kegagalan. Perselisihan antara Portugis dan Ternate menyebabkan
timbulnya perangantara keduanya pada tahun 1570-1575. pada akhir abad ke-16
tercatat ada seorang tokoh pengeliling dunia dari Inggris bernama Francis
Drake. Ia berhubungan dengan Sultan Baabulah yang memberikan peluang kepada
Inggris untuk mengadakan hubungan baik dengan Ternate. Tetapi pemerintahan
Inggris di London belum menunjukkan adanya perhatian untuk menjalin kerjasama
dengan Ternate. Hamper di seluruh Asia tenggara, Portugis terlibat peperangan
dengan penguasa setempat. Dengan Myanmar dan Arakan pernah terjadi perebutan
kekuasaan. Pada abad XVI, seorang Portugis Goncalves Tipao , menyatakan dirinya
raja di pulau Sanwich, sebelah timur Gangga, tempat berlangsungnya para
perompak Portugis. Keganasan mereka sampai penguasa Benggala, Sayista Khan,
menghancurkan serangan perompak tersebut.
Saat pemerintahan Binnyaran
(1426-1446) untuk pertama kalinya tahun 1435 burma kedatangan bangsa eropa,
yaitu Nicolo de Conti dari venesia, italia. Ia berkunjung ke Burma untuk
mengadakan hubungan daganag dan tinggal di pegu selama empat bulan. Pada masa pemerintahan
binnyaran ii (1492-1526) dating lagi dua orang penyelidik perniagaan dari
italia yaitu Hieronomo de’Santo Stevand pada tahun 1496 dan yaitu Ludovico di
Varthema yang menulis tentang kebaikan raja dan keindahan ibukotanya serta
menceritakan melimpahnya binatang gajah. Ia juga membuat daftar barang-barang
seperti sirlak, kayu cendana, kapas, sutera dan permata merah sebagai komoditi
perdagangan mewah. Pada tahun 1512 Ruy Runes
d’Acunha (pembantu Alfonso
de’Albuquerque) dari por tugis juga mengunjungi Martaban dan tahun 1519 secara resmi
mulai mengadakan hubungan dagang dengan Burma.
Selain itu juga terdapat pada tahun
1635 bangsa Belanda mampu mendirikan vektory dagang di Syiriam dan mulai
mengadakan monopoli dagang di daerah tersebut. Belanda dipandang berhasil dalam
mencari keuntungan di Burma. Hal ini menyebabkan bangsa eropa lain
seperti Inggris ingin juga memperoleh keuntungan dengan cara mendatangi Burma
dan membentuk kongsi dagang juga yaitu EIC.
2.2
Imperialisme Inggris di Burma
Perebutan kekuasaan perdagangan
rempah-rempah antara Belanda dan Inggris di awali sejak permulaan abad ke 15 ,
Inggris meskipun jauh lebih rendah dalam kekuatan,telah mengikuti Belanda
mengelilingi nusantara,membututi mereka seperti “kutu kuda”. Ekspansi Belanda
ke timur merupakan masalah besar dalam perang 80 tahun untuk kemerdekaannya dan
dilaksanakan dengan alasan politik dan strategi daripada ekonomi. Persaingan
itu semakin terlihat antara Inggris dan Belanda ketika mereka sudah sampai di
Burma. Pada saat itu di Burma terjadi perebutan kekuasaan, muncul pemimpin baru
dari dinasti Kenbaung bernama Aungzeya, setelah berhasil memukul mundur bangsa
Mon. Alaungpaya minta bantuan Inggris untuk menghadapi bangsa Mon di Syriam dan
Inggris bersedia membantu. Pada waktu itu Inggris sedang berupaya meluaskan
usaha dagangnya dari India ke Pegu. Dengan bantuan Inggris pulalah kerajaan
Ayut’ia di Ayut’ia tahun 1760 dapat ditaklukkan.
Pada
tahun 1635 bangsa Belanda mampu mendirikan vektory dagang di Syiriam dan mulai
mengadakan monopoli dagang di daerah tersebut. Belanda dipandang berhasil dalam
mencari keuntungan di Burma. Bangsa Inggris bermaksud mengikuti jejak dari
Belanda dengan mendirikan Victory dagang di Syiriam (1647) yaitu EIC. Akan
tetapi Inggris tidak mampu menyaingi Belanda, sehingga pada pada tahun 1657
usaha dagang yang dibuat oleh Inggis ditutup.
Dengan
adanya usaha dagang Inggris atau EIC hubungan antara Inggris dengan penerus
kerajaan Ayuttia menjadi renggang bahkan terhenti untuk beberapa tahun.
Pengganti-pengganti Alaungpaya terutama Hsinbyushin (1763-1776) berhasil
memperkuat kedudukannya dan tidak suka diperalat Inggris. Bahkan raja-raja
berikutnya seperti Badawpaya (1782-1819). Beliau mengadakan perlawanan terhadap
Inggris di India. Hal ini oleh Inggris dipandang sebagai ancaman, karena itu
kekuatan Burma harus di hancurkan keadaan demikian itulah yang mendorong
timbulnya konflik dan peperangan antara Inggris dengan Burma yang terjadi
sampai tiga kali, yaitu Perang Burma-Inggris I (1824-1826); Perang
Burma-Inggris II (1852-1853); Perang Burma-Inggris III (1885).
Akibat pecahnya Burma – Inggris Perang Inggris
– Burma I (1823-1826). Raja Bagyidaw (1819-1837) menyerang dan Bengal, Manipur
dan Assam (1823). Burma kalah, akibatnya: Burma membayar ganti rugi perang,
Arakan dan tenaserim diambil Inggris dan Ava ditempatkan residen Inggriss untuk
mengawasi kepentingannya (isi perjanjian yandabo 24 Februari 1826). Isi
perjanjiannya yaitu :
1.
Penyerangan Arakan, Tenasserim dan Manipur secara resmi kepada Inggris.
2.
Burma harus membayar pampasan perang sebesar satu juta poundsterling kepada Inggris.
3.
Burma harus berjanji mencegah intervensi di negeri-negeri diperbatasan timur
laut British India.
4. Burma harus menerima residen Inggris di
Amapura.
5. Burma harus mengangkat duta di Calcuta.
6. Harus segera diadakan perundingan untuk
mengatur hubungan-hubungan komersial atau dagang.
Perang Burma II (1852-1853) tanpa perjanjian
resmi. Tetapi setelah Burma kalah raja Kagan Min turun tahta dan digantikan
oleh Mindon Min (1853-1878) jenderal Godwin menduduki Ranggooan dan Pegu. Ibu
kota dipindahkan ke Mandalay (1857). Inggris menguasai sungai Irawady. Perang burma
Inggris III (1885). Raja Thibaw (1878-1885) berhubungan dengan Perancis di Indo
Cina untuk menentang Inggris dibawah jenderal Prendergast menghancurkan
perlawanan Thibaw dan menduduki Mandalay dan mengasingkan Thibaw ke India.
Kerajaan Burma berakhir dan dimasukan ke jajahan Inggris dengan India. Pada
masa pemerintahannya timbul kerusuhan anti Inggris, terjadi beberapa peristiwa
yang antara lain :
1.
Pengusiran orang-orang Inggris dari Mandalay.
2.
Browne (Residen Inggris) di Mandalay pada bulan Agustus 1879 kembali ke Britis
Burma dan menyerahkan tugasnya kepada pembantunya, yaitu Mr St. Barbe.
3. Bulan September 1897 Sir Luis Cavagnari
(Residen Inggris di Kabul) mati terbunuh oleh bangsa Afgan. Sedangkan Inggris
khawatir kalau peristiwa ini diikuti oleh Thibaw, sehingga Inggris segera
menarik Barbe dan stafnya dari Mandalay.
Karena
itulah Inggris cepat-cepat bertindak tegas dengan mengirimkan tentara dari
India ke Burma untuk menjaga kemungkinan serangan dari Thibaw. Sementara itu
Thibaw mengadakan perjanjian dengan Perancis untuk minta bantuan peralatan
militer dan persenjataan setelah keadaan stabil kembali, sesuai dengan
perjanjian Burma-Perancis yang telah dilakukan sebelumnya. Namun karena Inggris
menentang perjanjian tersebut, maka Perancis terpaksa membatalkan perjanjian
yang telah disepakati antara Perancis dengan Burma. Atas dasar tindakan Inggris
yang menggagalkan perjanjian antara Perancis-Burma itulah maka Thibaw
mengadakan serangan terhadap usaha dagang Inggris di Burma. Akibatnya
terjadilah peperangan antara Inggris Burma. Operasi Inggris yang dipimpin oleh
Prendergast berhasil menguasai sungai Irawadi dan Mandalay, tahun 1885 (perang
Burma-Inggris III). Thibaw menyerah kemudian disingkirkan ke India. Inggris
segera membentuk pemerintahan baru (sementara) atas Burma dibawah kekuasaan
Concil of State. Pemerintahan baru itu terdiri dari tiga belas orang dibawah
pimpinan Panglima Tertinggi Pendudukan, yaitu Prendergast. Kemudian pada tahun
1886 Burma disatukan dengan British India yang berstatus sebagai propinsi.
Sejak itulah Burma kehilangan kemerdekaannya dibawah jajahan Inggris sampai
1942. Dengan kalahnya Burma maka Burma memasuki babak baru sebagai jajahan
Inggris.
2.3
Munculnya Nasionalisme di Burma
Perkembangan nasionalisme Burma
mulai kelihatan setelah Perang Dunia I, terutama setelah Inggris memisahkan
Burma dari konstitusi India (Inggris). PD I
cukup menggoncangkan Burma dan
segera mendorong lahirnya
kesadaran politik yang lebih nasionalistis. Karena berhasil mempengaruhi publik, maka
kaum nasionalis memperoleh
kemenangan setelah diadakan
pemungutan suara. Untuk
membalas sikap kaum nasionalis itu,
Inggris melaksanakan memorandum untuk memilih pemisahan atau tetap bersatu dengan India.
Setelah kaum nasionalis gagal membujuk Inggris
agar menyetujui
dimasukkannya Myanmar untuk
sementara di dalam
federasi India dengan hak
mengundurkan diri, akhirnya menyetujui pemisahan (1935).
Pada tahun
1935 lahir organisasi
Dobama Asiayone (Kami
Masyarakat Burma). Gerakan ini diilhami paham sosialis dan ajaran
komunis, serta terpengaruh modernisasi Jepang. Karena para anggotanya saling
menyebut thakin (tuan), maka partai itu juga disebut partai
Thakin. Tujuan penyebutan itu adalah agar Inggris juga menyebut thakin
kepada para anggota
partai itu, misalnya Thakin Nu,
Thakin U Aung San, dan lain-lain.
Dengan demikian secara tidak langsung
Inggris mengakui kedudukan yang sama
dengan orang-orang Myanmar.
Partai Thakin bersifat revolusioner, tuntutannya
bersifat radikal karena
mereka menuntut kemerdekaan
penuh bagi Myanmar.
Untuk mencapai tujuannya
itu, partai Thakin
bersedia menerima bantuan dari manapun datangnya.
Adapun taktik
perjuangannya adalah menghidupkan
kembali perhatian rakyat terhadap
rasa nasionalisme dengan
cara mengorganisir petani,
buruh dan gerakan pemuda.
Setelah tahun 1937
(setelah Burma mendapat otonomi
yang lebih luas), maka agitasi
mereka semakin meningkat dan pada tahun 1938 gerakan mereka menjadi
penyebab meningkatnya gangguan
menentang Inggris sehingga secara tidak
langsung menjatuhkan Kabinet Ba Maw, yakni pemerintahan pertama yang
dibentuk berdasarkan UUD baru. Pada saat itu perkembangan nasionalisme Burma
berada di simpang jalan antara
kelompok nasionalis moderat
yang berkuasa dengan
kelompok nasionalis radikal yang
mencoba mencari dukungan
rakyat guna merebut
kepemimpinan pergerakan dari tangan politisi yang lebih tua. Akhirnya
generasi muda pimpinan U Aung San berhasil merebut kepemimpinan pergerakan di
Burma.
Pada
saat meletusnya perang dunia ke II. Beberapa nasionalis Burma melihat pecahnya
Perang Dunia II sebagai sebuah kesempatan untuk memeras konsesi dari Inggris di
pertukaran atas dukungan dalam upaya perang. Other Burmese, such as the Thakin
movement, opposed Burma's participation in the war under any circumstances.
co-founded the (CPB) with other Thakins in August 1939. [ 16 ] Marxist
literature as well as tracts from the movement in had been widely circulated
and read among political activists. Burma lainnya, seperti gerakan thakin, menentang
partisipasi Burma dalam perang dalam kondisi apapun. Aung San bersama-sama
mendirikan Partai Komunis Burma (CPB) dengan Thakins lainnya pada bulan Agustus
1939. Marxis literatur serta traktat dari Sinn Fein gerakan di Irlandia telah
banyak beredar dan membaca di kalangan aktivis politik. Aung San also
co-founded the People's Revolutionary Party (PRP), renamed the Socialist Party
after the . Aung San juga bersama-sama mendirikan Partai Revolusioner Rakyat
(PRP), berganti nama menjadi Sosialis Partai setelah Perang Dunia II. He was
also instrumental in founding the Bama htwet yat gaing (Freedom Bloc) by
forging an alliance of the Dobama, ABSU, politically active monks and 's
Sinyètha (Poor Man's) Party. [ 16 ] After the Dobama organization called for a
national uprising, an arrest warrant was issued for many of the organization's
leaders including Aung San, who escaped to China.Dia juga berperan dalam
mendirikan htwet yat Bama gaing (Kebebasan Blok) dengan menempa aliansi dari
Dobama, ABSU, politik biarawan aktif dan Ba Maw 's Sinyètha (Poor Man's)
Partai. Setelah organisasi Dobama menyerukan pemberontakan nasional, surat
perintah penangkapan dikeluarkan bagi banyak pemimpin organisasi termasuk Aung
San, yang melarikan diri ke China. Aung San's intention was to make contact
with the Chinese Communists but he was detected by the authorities who offered
him support by forming a secret intelligence unit called the Minami Kikan
headed by Colonel Suzuki with the objective of closing the and supporting a
national uprising. San's niat Aung adalah untuk membuat kontak dengan Komunis
China tapi dia terdeteksi oleh Jepang otoritas yang menawarkan dukungan dengan
membentuk unit intelijen rahasia disebut Kikan Minami dipimpin oleh Kolonel
Suzuki dengan tujuan penutupan Jalan Burma dan mendukung pemberontakan nasional
Setelah
Perang Dunia II Inggris kembali ke Myanmar.
Gerakan politik Myanmar yang dipimpin U Aung San diajak berunding
tentang kemerdekaan Myanmar. Hadir sebagai arsitek yang baru ditemukan
kemerdekaan Birma oleh mayoritas Burma, Aung San mampu menegosiasikan
kesepakatan pada bulan Januari 1947 dengan Inggris, di mana Birma akan
diberikan independensi total dari Inggris. Meskipun tokoh kontroversial untuk
beberapa etnis minoritas , dia juga mengadakan pertemuan berkala dengan para
pemimpin etnis di seluruh Birma dalam upaya untuk menciptakan rekonsiliasi dan
persatuan untuk semua Burma. Sewaktu mengadakan sidang mempersiapkan
kemerdekaan Myanmar, tiba-tiba segerombolan orang bersenjata masuk dan membunuh
U Aung San. Ternyata gerombolan tersebut atas suruhan U Saw, sehingga U Saw
akhirnya dihukum mati. U Aung San
diganti salah seorang kabinetnya yaitu U Nu dan pada tanggal 4 Januari
1948 kemerdekaan Burma diproklamasikan.
2.6
Keadaan Burma Setelah Kemerdekaan
Selama sepuluh
tahun berikutnya, pemerintah Birma fledging demokratis itu terus menerus
ditantang oleh kelompok komunis dan etnis yang merasa kurang terwakili dalam
konstitusi 1948. Periode perang sipil kerap terjadi antar etnis. Meskipun
konstitusi menyatakan bahwa negara-negara minoritas bisa diberikan beberapa
tingkat kemandirian dalam sepuluh tahun, namun hal itu tidak pernah terwujud. U
Nu yang memimpin saat itu berhasil digulingkan oleh kudeta dari Jenderal Ne Win
pada tahun 1958 dengan alasan "memulihkan hukum dan ketertiban". Ne
Win memerintah dengan cara diktator, ia menerapkan politik isolasi yaitu Burma
tertutup untuk dunia luar.
Pemerintahan
yang dijalankan oleh Ne Win membuat banyak pergolakan di kalangan rakyat Burma.
Sehingga pada tahun 1988 timbul kerusuhan yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.
Ia adalah anak dari Aung San, tokoh kemerdekaan Burma. Di bawah bujukan
mahasiswa dan orang-orang yang menentang rezim Ne Win, Aung San Suu Kyi dan
rekan-rekannya yang berpikiran sama mendirikan Nasional League for Demokracy
(NLD). Perkumpulan ini menyebar luas cukup cepat. Namun Ne Win yang mengetahui
hal itu segera mengambil tindakan yaitu pada tanggal 18 September 1988 Ne Win
menyerahkan kontrol negara kepada anggota PP-19 dan Ketertiban Restorasi Council
(SLORC) dan diikuti tindakan kekerasan kepada semua pihak yang menentangnya
terutama NLD.
Meskipun
berkomitmen untuk melakukan protes non-kekerasan, tetap saja Aung San Suu Kyi
dikenakan tahanan rumah pada bulan Juli 1989 dengan alasan untuk "membahayakan
negara" selama enam bulan. Semua tindakan yang dilakukan oleh SLORC
membuat citranya jelek dimata masyarakat dan negara-negara asing. Untuk
mengatasi hal itu SLORC pada tanggal 27 Mei 1990 mengadakan pemilu
multi-partai. Namun tetap saja penindasan parah tetap dilakukan SLORC terhadap
anggota partai oposisi dan kurangnya
kebebasan berekspresi di seluruh negeri. Suu Kyi dari pihak NLD menyapu
kemenangan dengan 82% suara. SLORC yang terkejut atas hasil tersebut, sontak
marah dan menolak untuk mengakui hasil pemilu dan tetap mempertahankan
kekuasannya.
Mengenai
perubahan nama Burma menjadi Myanmar dilakukan pada tanggal tanggal 18 Juni
1989 oleh pemerintahan junta militer. Perubahan nama ini terkait dengan alasan
agar etnis non-Burma merasa menjadi bagian dari negara. Walaupun begitu,
perubahan nama ini tidak sepenuhnya diadopsi oleh dunia internasional. Beberapa
negara Eropa seperti Inggris dan Irlandia yang tidak mengakui legitimasi
kekuasaan junta militer tetap menggunakan "Burma" untuk merujuk
kepada negara tersebut. Namun PBB, yang mengakui hak negara untuk menentukan
nama negaranya,tetap mengakui dengan menggunakan nama Myanmar. Selain itu juga
pemerintahan Junta militer mengubah nama Rangoon menjadi Yangon dan Pada
tanggal 7 November 2005, pemerintah membangun ibu kota baru, bernama Naypyidaw.
BAB
3
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
1.
Awal Kedatangan Bangsa Eropa diawalai adanya persaingan kekuasaan dan
perdagangan di negera-negara Eropa seperti Prancis, Portugis, Spanyol, Belandan
dan Inggris. Inggris mendapat kesempatan baik untuk menanamkan kedudukannya di
Burma ketika mendapatkan izin dari raja Alaungpaya mengangkat dirinya sebagai
raja di Ava padd tahun 1753-1760. Inggris mendapatkan tempat tinggal di Nacrais
dan Bassein. Dengan bantuan Inggris Alaungpaya berhasil menguasai seluruh
Burma. Tujuan Inggris membantu Alaungpaya waktu itu adalah untuk mengkonsolidir
Burma sebagai rintangan terhadap ekspansi Perancis dari Indo Cina ke barat. 1635
Belanda telah mendirikan vektory dagang di Syiriam dan mulai mengadakan
monopoli dagang di daerah tersebut.
Belanda dipandang berhasil dalam mencari
keuntungan di Burma, maka Inggris mengikuti jejak Belanda dengan mendirikan
Victory dagang di Syiriam (1647) yaitu EEIC. Namun, karena Inggris tidak mampu
bersaing dengan Belanda, maka usaha dagang tersebut tahun 1657 ditutup.
Sementara itu, di Burma sendiri banyak terjadi kekacauan baik masalah perebutan
kekuasaan, terjadinya pemberontakan bangsa Mon maupun perlawanan terhadap
kedatangan orang-orang asing seperti Belanda dan Inggris ke Burma.
2.
Imperialisme Inggris di Burma awalnya diawali oleh kedudukan Belanda yang sudah
mendirikan Victory dagang Syria, namun karna kedudukan Belanda di Indonesia
sudah mempunyai Negara jajahan sendiri yakni Indonesia maka Belanda melepaskan
Burma sebagai Negara jajahan Inggris.
3.
Perkembangan nasionalisme Burma mulai kelihatan setelah Perang Dunia I,
terutama setelah Inggris memisahkan Burma dari konstitusi India (Inggris). PD
I cukup
menggoncangkan Burma dan segera
mendorong lahirnya kesadaran politik yang lebih nasionalistis.
Karena berhasil mempengaruhi publik, maka
kaum nasionalis memperoleh
kemenangan setelah diadakan
pemungutan suara. Untuk
membalas sikap kaum nasionalis itu,
Inggris melaksanakan memorandum untuk memilih pemisahan atau tetap bersatu dengan India.
Setelah kaum nasionalis gagal membujuk Inggris
agar menyetujui
dimasukkannya Myanmar untuk
sementara di dalam
federasi India dengan hak mengundurkan
diri, akhirnya menyetujui pemisahan (1935), mengundurkan diri, akhirnya
menyetujui pemisahan (1935).
DAFTAR PUSTAKA
Hall,
D.G.E. 1988. Sejarah Asia Tenggara. Surabaya: Usaha Nasional
Sumarjono.
2007. Sejarah Asia Tenggara II. Jember: belum diterbitkan
http://luarnegeri.wordpress.com/2007/09/30/myanmar-sejarah-itu-belum-selesai-dicatat/
http://andhykadmnonblog.blogspot.com/2009/07/hubungan-sipil-dan-militer-di- myanmar.html
http://abusalma.wordpress.com/2007/10/25/sisi-gelap-burma/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi para pembaca,,,, jangan lupa ya,,, comentnya,,,,,