*Senja
terbenam di paris van java*
Daun-daun
berguguran tepat di depan wajahku, saat hendak ku sibakkan helaian benang di rambutku
yang mulai terhempas angin. Daun-daun
ini malah semakin berjatuhan layaknya pohon menguning di musim gugur. Aku masih
menikmati kesendirian, setelah separuh nafas ini terasa tak lagi ada dalam raga
yang semakin mencibir. Aku tetap menyusuri trotoar kampus yang setiap hari tak pernah
sepi , dengan orang-orang yang sibuk tak jelas apa maunya. Aku ingin kembali
mengisahkan tentang seseorang yang telah jadi separuh nyawa dalam hidupku,
namun aku tak tahu harus memulainya dengan kata apa. Dia , dia memang sulit
untuk ku gambarkan. Bahkan aku tak pernah sebelumnya memikirkan bahwa dia
adalah orang yang telah membuatku merubah dunia, seperti cinta yang selalu ku
ingin untuk bisa membuatku berbeda.
Dia
adalah teman satu kampus dan satu kelas denganku, semester pertama aku masih
belum terlalu mengenalnya, aku hanya sekadar tahu dia, namanya dan yah,,.,
sedikit tahu saja. Hingga di akhir semester, tepatnya satu bulan menjelang UAS,
kakak seangkatan mengadakan OSPEK Prodi, mungkin bisa di bilang telat, karna
itu sudah mulai memasuki minggu tenang untuk melaksanakan UAS. Entah bagaimana
aku bisa sekelompok dengannya, rasanya aneh karna dia mungkin jika di lihat
sekilas denganku, tak akan pernah sejalan dengan pemikiranku. Banyak yang
bilang aku aneh, kadang aku sendiri tak tahu bagaimana mereka mengatakan aku
aneh, bahkan hal itu sering membuatku jadi parno dan bertanya-tanya apa aku
memang aneh. Tapi tidak, aku rasa ini memang diriku, mungkin ada beberapa hal
yang harus aku perbaiki. Tapi satu hal bagiku, inilah aku dengan apa adanya,
inilah aku yang memang begini.
Sehari
menjelang hari-h, aku sibuk sendiri menyiapkan segala keperluan Ospek, walau
memang bukan untukku saja. Hari itu dia datang ke kosku untuk menanyakan apa
semua keperluan anggota kelompok sudah siap, kebetulan memang aku yang
menyiapkan peralatan itu, walau tidak banyak karna yang lain sudah di siapkan
masing-masing. Jujur saja awalnya sedikit merasa minder dengannya, karna aku
mungkin tak sejalan dengannya.
“bagaimana?,
apa ada yang perlu aku bantu?,,,,” ungkapnya tulus,,
“ehm,,,tidak
terima kasih, ini aku sudah hampir selesaikan semuanya,,,,, kamu tak usah
khawatir,,,”
“okey
kalau begitu,,,kamu bisa diandalakan ,,,,”
ia lemparkan sebuah senyuman manis yang mulai membuatku berdesir penuh
tanya,,,,
Namun setelah hari Ospek itu aku mengenalnya
lebih dari sebelumnya. Saat bersama-sama dia walau dengan anggota kelompok yang
lain ada kesan yang sangat tak bisa aku lupa hingga saat ini. Yakni sebuah
genggaman tangan yang erat, yang bagiku terasa dia sangat memberi perlindungan.
Berulang-ulang tangan ini telah di genggamnya, walau awalnya aku sungguh risih.
Namun ketika kakak-kakak pembimbing mengatakan hal itu harus di lakukan demi
menjaga kekompakan dengan terpaksa untuk pertama kalinya, tangan ini di genggam
oleh seorang laki-laki.
“sudah
tak apa-apa, pegang saja tanganku,,, aku tak akan membiarkanmu jatuh,,,,,” ujarnya
yang tak ingin membuatku ragu,,,, walau saat itu aku masih terdiam menatapnya
seolah tak percaya padanya,,,,,
“mana
tanganmu,,,,,,, jika kamu takut aku bisa kamu andalkan,,,,” ujarnya lagi
meyakinkan...
“baiklah,, trima kasih,,,” ujarku yang terus ingin menatapnya,,,,, dan
hari itu aku mulai yakin untuk mengandalkan seseorang, selama ini aku tak
sanggup percaya apalagi dengan seorang laki-laki. Rasanya sulit untuk membuka
hati untuk laki-laki, bukan karna sebuah penghianatan, tapi karna aku masih
takut di sapa sebuah cinta.
Perlu
kalian tahu, selama enam tahun saat aku duduk di bangku SMP dan SMA, tak
sekalipun aku mengenal seorang laki-laki. Karna dulu aku bersekolah di
pesantren yang semua muridnya adalah perempuan. Tapi tidak masalah aku masih
punya perasaan untuk laki-laki. Aku masih punya rasa cinta untuk seseorang.
Hingga hari setelah Ospek itu usai, aku mulai
akrab dengannya, bahkan sering kali aku bercanda, bertegur sapa, dan saling
membalas senyum. Terasa ada sebuah perubahan yang begitu drastis aku rasakan
tentang dia. Hingga semua yang ia lakukan kepadaku, ku artikan sebagai perasaan
cinta. Cinta yang untuk pertama kalinya mencoba menyapaku, lewat senyum-senyum
kecil.
“ehm,,,,,Ospek
itu menyenangkan bukan?,,,,, ehm apa kamu masih ingat saat kakak-kakak angkatan
45 berteriak-teriak memintaku bergulung-gulung di rumput seperti latihan
militer,,,” ungkapnya padaku,,,,, akupun masih diam tak menanggapi, karna aku
yang tahu, begitu teringat langsung pengen tertawa.
“iya-iya
tahu,,,aku tahu,, kamu lucu banget saat itu,,, apalagi saat kamu diminta untuk
memeragakan cara menembak,,,, ehm sungguh aku saat itu tak bisa menahan tawa,,,
hingga aku sendiri yang di bentak karna cengengesan ” ujarku sembari tak mampu
menahan gelitik tawa saat mengingatnya,,,,,,,
“hahahahah
,,,, iya benar,,, apa kamu mau lagi ..?” tanyanya... seakan ia juga ingin
mengulang hari itu....aku hanya terdiam tak menaggapinya.
***
Semakin
hari aku dengannya semakin akrab , kadang kala hanya sekadar berbincang hal
yang tak penting, hanya untuk menyunggingkan sebuah tawa kepadanya.........
Hingga benar jika aku mengartikan perasaan itu
adalah perasaan cinta. Aku tak bisa menolak memang di saat kata cinta itu mulai
mengalun di atas bibir merahnya. Matanya yang seakan tak ada ragu memilihku,
membuatku yakin bahwa ini adalah cinta yang tulus dari seseorang yang selama
ini aku tunggu untuk mengatakan kata itu.
“entahlah
aku tak tahu harus dari mana aku memulainya,,, tapi aku rasa kamu mengerti apa
maksudku,,,” ujarnya lirih penuh kehati-hatian,,,,,,, aku terdiam,,, aku merasa
tak mungkin karna aku tak bisa sejalan dengannya,,,,,
“tolong
terima aku,,, aku tahu kita berbeda jika kita memang membuatnya berbeda,, tapi
akan sama dan saling ada jika kita memang membuatnya seperti itu,,” ujarnya
lagi meyakinkan....”kamu maukan jadi bagian dari sisi kehidupanku,,,,,aku
seperti ini, jika kamu mau tolong terima aku dengan apa adanya aku,,,”
tambahnya lagi,,,,
Kala
itu tepat bulan desember menginjak semester tiga. Aku rasa tak ada alasan untuk
menolaknya, karna memang itu yang aku harapkan.
“iya,,,
aku menerima,, tapi aku mohon jangan pernah menuntut apapun dariku. Jangan lagi
memegang tanganku seperti saat Ospek dulu,,,, jika aku bisa menerima kamu
memang dengan apa adanya kamu,,, maka kamu juga harus begitu,,jangan meminta apapun
dariku,,,,” itu adalah sebuah syarat yang aku minta darinya,,,, aku rasa tidak
ada guna jika aku harus bermain-main. Jika memang dia serius harusnya dia
mengerti.
***
Hubunganku
dengannya masih sama yakni baik-baik
saja, walau kadang ada kerikil kecil yang seolah ingin menguatkan perasaan ini.
Hubungan ini sudah berjalan hampir dua tahun.
Hingga
datang suatu sore saat dia datang ke tempat kostku untuk mengajakku keluar
menjenguk temannya di rumah sakit karna kecelakaan. Sore itu masihlah cerah,
hanya mendung tipis yang berayun-ayun diantara guratan-guratan awan cirrus. Aku
tak tahu sore itu lagaknya dia berbeda,walau
ia masih terus menebar senyumnya untukku. Terkadang aku tak bisa menebak
dirinya dalam benakku, kadang kala dia penuh tanda tanya. Tanda tanya besar
yang tak bisa aku mengerti, tapi itulah dia, dia yang mengajariku dan selalu
mengatakan bahwa aku berharga. Bahkan tak ada yang sanggup membeliku dengan
permata, bahkan pula dirinya. Kata-katanya yang selalu teringat adalah
“sederhana dan apa adanya memang itu adalah kamu, tapi menghargai diri sendiri
juga hal penting. Cantik bukan untuk orang lain tapi untuk diri sendiri”
kata-kata itu memang sederhana, bahkan sederhana dan bersahaja saat dia yang
mengatakannya padaku, seolah dia ingin mengatakan bahwa aku wanita yang sangat
berharga.
“ehm,,,kamu
ingin menunggu disini atau ikut ke dalam,,?” tanyanya,,
“lebih
baik aku ikut ke dalam....., lagi pula aku sudah ada disini,,,” ujarku meyakinkan,,,,
Saat
itu aku tak tahu, teman yang mana yang mengalami kecelakaan. Saat aku bertanya
dia hanya diam, diam baginya berarti akupun harus diam. Namun saat aku masuk ke
dalam ruang itu, aku lihat seorang gadis yang terbaring lemas di atas ranjang,
tangannya tertusuk jarum selang tempat infus di letakkan. Aku sedikit remang
mengenalnya, seakan aku pernah melihatnya,,, dan saat ku ingat-ingat lagi,
benar saja dia adalah seorang gadis lima tahun lalu di perlihatkan fotonya
kepadaku. Dia adalah mantan kekasihnya, aku melangkah masih meragu belum pasti
untuk tahu jawabnya, hanya diam saat kaki hampir mendekat di ranjangnya.
“trima
kasih kak yohan, kakak mau datang menjengukku,,, trimakasih,,,”ujarnya penuh
harap,,, dia yohan masih tersenyum menunjukkan sekelibat ramahnya,,,, namun aku
masih terdiam ,,, tak tahu harus bagaimana.
“kak,
apa ini pacar kakak,,,,” ujar gadis bermata sayup ini pada yohan,,,, yohan pun
tersenyum kembali seolah menandakan kata iya,,,,
“kak
kenalkan aku raya,,, maaf kak aku memang sengaja meminta kak yohan datang kemari,,,aku
harap kakak jangan marah...”
Aku
balas dengan sebuah senyuman berharap dia mengerti, bahwa aku tidak marah.
Hanya saja aku tak mengerti. Sudah lama yohan tak pernah membicarakan soal
raya, tapi mengapa hari ini jadi seperti ini.
Raya
banyak berbincang, menceritakan kuliahnya, kampusnya bahkan sedikit mengulang
kisah 5 tahun lalu, yohan hanya tersenyum menanggapi, kadang kala hanya
menanggapi seperlunya. Dia pun banyak diam dan memandangku seolah dia ingin
meyakinkanku bahwa tak ada apa-apa diantara mereka.
Kami
berbincang cukup lama, mungkin sekitar satu jam lebih, hingga saat yohan ingin
berpamitan. Tangan raya meraihnya erat, penuh pertanyaan dan penjelasan yang
memang harus segera aku tahu. Aku bergegas keluar lebih dulu , berlagak seperti
tak ada apa-apa dan tak tahu menahu soal itu. Tak lama yohan pun beranjak
membuntutiku dari belakang. Wajahnya begitu penuh kata maaf, yang ingin ia
cepat jelaskan kepadaku, sebelum itu ku sambut dengan senyum walau sedikit
perih untuk mengingatnya.
“halifah,
baiknya kita makan lebih dulu mumpung belum adzan maghrib.....” ajaknya,,,
ramah...
“iya
terserah kamu,,,,”
Tak
lama kami sudah beranjak dari rumah sakit itu. Kami dudukdi sebuah rumah makan
dan segera memesannya. Dia masih memandangku parau, penuh lekat-lekat. Aku
hanya diam seakan taka ingin melihat sorot matanya.
“halifah,,,,entah
bagaimana aku jelaskan, tapi kamu harus tahu, 2 bulan lalu ayah,ibu raya
meninggal karna kecelakaan....saat itu aku masih sempat bertemu ayahnya di
rumah sakit, dia berpesan untuk menjaga raya, karna tidak ada orang lain lagi
yang bisa ia percaya selain aku, aku tahu aku salah karna aku tak jujur sejak
awal,,,, dan untuk hari ini , aku minta maaf.. raya tidak mengalami
kecelakaan,,, tapi kemarin dia mencoba bunuh diri,,,, dia kesepian...”
jelasnya,, aku sedikit terkejut mendengar,, selebihnya aku merasa sakit karna 2
bulan ini dia tak berterus terang, pantas jika terkadang aku merasa ada yang
berbeda dengannya,,,,,
“lalu
apa 2 bulan itu kamu tidur di rumahnya,,,,?” tanyaku penuh selidik,,,,,
“tidak
setiap hari, hanya aku menyempatkan 2 kali seminggu,,,,,untuk sekadar melihat
raya,,, karna tidak hanya kali ini dia melakukan hal yang sama,,,, ini sudah
yang ketiga kalinya,,,, hari ini aku juga ingin meminta sesuatu kepadamu,,,,,”
ujarnya lirih,,,,, seakan berbisik
“orang
tua raya dulunya adalah mafia narkoba,,,,,jujur aku baru tahu saat dia
mengatakannya di rumah sakit,,,,,, tapi raya tidak pernah tahu soal itu,,,,
tolong jangan pernah katakan apa-apa padanya, batinnya sudah cukup tersiksa
karna kehilangan orang tua, belum lagi rasa sepi yang menelisik dalam
hatinya,,,,,, bahkan 2 hari lalu dia mendapat teror dari gerbong narkoba yang
di duga ada sangkut pautnya dengan kecelakaan itu. Dia cukup terkejut,,,dia
sendiri justru tak tahu dengan hal tentang narkoba,,,,,,” dia terdiam menghela
nafas paanjangnya ,,,saat kulihat raut wajahnya aku rasa dia cukup sesak
menanggung beban,,,,, “masalahnya adalah polisi sedang mengusut kasus
ini,,,,aku takut raya akan terbawa padahal dia tak tahu apa-apa.” Ujarnya lagi
sembari menghela nafas. Aku masih diam,,,, diam lama tak meresponnya,,, hingga
seorang pelayaan datang membawa hidangan kami,,,, yohan masih memandangku
lekat-lekat seakan-akan ingin respons dariku,,,,,aku masih diam sembari
menikmati hidangan yang seolah tak menghiraukannya,,,, lantas ia mulai membuka
hening ini,,,,
“bagaimana?....”
tanyanya....
“apanya
yang bagaiamana?... harusnya aku marah kepadamu kau tahu kenapa?,,,kamu sudah
tak jujur,,,,lalu sekarang kamu tanya bagaimana?.... dari ceritamu itu saja
sudah membuatku takut,,,,bagaimana jika polisi mengusut dan mengatakan kamu
adalah gerbong mafia narkoba itu...?” ujarku yang mulai meninggikan nada
suara....
“halifah
tolong tenang,,, untuk itu aku mengatakannya kepadamu,,,,, jika terjadi apa-apa
denganku,,,, kamu masih percaya kepadaku itu cukup bagiku,,,,,,” ujarnya
“bagimu
cukup,, lalu aku bagaimana?,,,” sahutku seakan tak terima,...
“halifah,,,tolong
mengerti aku,,,aku pasti kembali,,,aku tak bisa begitu saja meninggalkan
raya,,,,dia baru saja masuk kuliah,,,dia sudah kuangggap seperti adikku sendiri
jadi tolonglah mengerti aku,,,,, mungkin setelah study tour ke Bandung aku akan
mengambil cuti kuliah,,,,,,aku akan menyelesaikan semua ini secepatnya,,,
sebelum polisi-polisi itu salah paham ,,,” ujarnya yang membuat dadaku rasanya
sesak tak tenang....
Sesaat
aku menyeka air mata yang mulai bergulir
di pipi ini. Entah bagaimana aku harus menanggapinya dia selalu membuatku
merasa sesak, pahit dan lara. Tak bisakah dia mengerti aku, memang aku egois
tapi bagaimana denganku,,,. Aku tak sanggup dia hilang walau hanya sesaat dari
pandangan mata ini.
Suara
adzan maghrib seakan memberi isyarat bahwa malam telah larut, tak ada lagi
senja yang menggulirkan siluet oranye. Yang ada hanya keterdiaman yang entah
bagaimana harus di selesaikan. Aku bergegas mengajaknya kembali ke kost, rasanya
aku sudah tak sanggup untuk menghadapinya, sorotan matanya seakan masih ingin
sebuah bongkahan harapan. Aku tahu mata itu telah meneduhkan, tapi aku diam tak
tahu harus bagaimana.
“halifah
tolong percaya.....aku tak bisa mencari sosok yang lain selain kamu,,, kamu
sudah jadi bagian dari sisi hidupku,,,,,,,,,,” serunya meranggas,,,,,
Aku
lantas masuk tak menghiraukannya, aku lelah bukan karna aku tak mau mengerti dia,
tapi aku lelah karna aku tak bisa kehilangan dia, walau aku tahu dia tak akan
mungkin mengingkari janjinya. Hanya sebuah singgungan senyum yang aku tujukan
untuknya.
“tunggu
aku 2 hari lagi” ujarku,,,,,,,,
***
Senandungku
, tak pernah layu untuknya, dia yang telah memberi kesempatan kepadaku untuk
mengerti hidup. Aku telah mengambil keputusan untuknya, aku tak bisa diam
karnanya, hingga 2 hari itu yang terasa begitu cepat datang menyapa. Seakan
ingin merubahku lagi.
“lebih
baik kita berpisah, aku tak bisa seperti ini, lagi pula aku juga tak mau
menyia-nyiakan tawaran pak ahmad,,,,untuk study banding ke jerman, aku rasa aku
harus mengambil kesempatan itu,,, mungkin usai dari Bandung aku akan
berangkat,,,, dan kita akhiri saja semua ini,,,,, kamu juga tak bisa menanggung
sorang wanita,, jika masih ada aku selesaikan dulu tanggung jawab dan amanahmu,,,,walau
kamu hanya menganggapnya seorang adik...” ujarku dalam sekaan air mata ....
“halifah,,,
apa tidak ada jalan lain lagi,,, apa arti hubungan 2 tahun ini,, jika di akhiri
dengan seperti ini,,,,”
“maaf
yohan,,,,ini adalah keputusan terakhir dan jalan yang terbaik,,,,,,,,,,,,,,,”
ujarku ......
“baik,,,,baik
ini yang terbaik,,,,,,,,,,,,,” sekali
lagi ku sekakan air mata,,,aku tak sanggup melihat wajahnya,,,, senyum terakhirnya
tak lagi bisa meluluhkan perasaan ini.
2
bulan kemudian............
Hari
itu adalah hari terakhir aku bisa bertemu dengannya, sudah 3 hari, prodi kami melaksanakan tuor ke
bandung,,, bersama yang lain aku berkeliling kota bandung, tepatnya di gedung
pemerintahan bandung gedung sate. Saat itu tepat pukul 4 sore, matahari
belumlah menghilang dari pandangan mata,,,, datang sesosok yang sejujurnya
masih sangat aku rindu dan aku harapkan. Dia berdiri tepat di hadapku, seakan
menandakan jangan akhiri ini dengan cara seperti ini.
“halifah,,,apa
benar lusa kamu jadi berangkat ke jerman,,,,, berapa lama?...... apa aku masih
bisa menunggumu,,,,,,,,,,,” ujarnya penuh harap....
“entahlah,,,aku
tidak tahu,,, dan pertanyaanmu tak ada yang bisa aku jawab,,,,jika sanggup aku
tak meminta.....”
“halifah,,,,aku
mohon ,,,, jika terjadi sesuatu denganku,,, kamu adalah orang pertama yang
harus percaya ,,,,,, kepercayaanmu itu yang akan membuatku tegar,,,,esok aku
sudah cuti kuliah,,, aku masih menunggumu,,,, “ ujarnya yang lantas hilang dari pandangan mata,,,,,
Kala
itu sudah pukul setengah enam sore,,,, senja telah terbenam di paris van java,
seperti cintaku yang saat itu juga terbenam, dia di tangkap polisi yang
menyelidiki kasus mafia narkoba, sepertinya dia memang sudah tahu,,,, sudah
beberapa bulan memang polisi telah menyurigainya. Aku hanya mendengar kabar
sekilas itu, rasanya aku tak ingin peduli,,, tapi hati kecilku masih
percaya,,,, dia mampu mengatasi nama baik dan harga dirinya. Paris van java
hanya tinggal kenangan terakhir senjaku bersamanya,,,, setelah itu aku
memutuskan untuk pergi ke jerman,aku rasa jika dia memang masih sanggup
menungguku dia pasti akan menungguku,,, meski hingga aku sendiri tak tahu kapan
akan kembali. Namun aku dengar sebulan
lalu, tepatnya sebulan setelah aku pergi dia di bebaskan, karna memang dia
tidak tahu-menahu soal mafia narkoba,,, hanya saja setelah itu aku tak tahu
kabarnya,,, saat aku bertanya pada teman-teman kampusku tak ada yang tahu.
Mereka hanya tahu jika yohan cuti satu tahun. Ada pula kabar angin yang mengatakan
jika dia pergi keluar negeri dan menikah di sana, namun aku sendiri tak tahu
negeri mana yang ia singgahi untuk menikah, karna aku hanya tahu negerinya
adalah Indonesia.
Hingga
kini 3 tahun ini aku usai menyelesaikan s2 di jerman, batang hidungnya pun
belum aku lihat. Kadang aku menyeringai,,mana sanggup seorang lelaki hidup
sendiri dan mau menunggu. Jangankan sebuah ikatan yang sudah berakhir, yang
sudah menikahpun kadang juga masih berbuat serong.
Entahlah
dimanapun dia berada aku masih menunggunya,,,, dan aku rasa guguran daun-daun
ini juga mengerti nyanyian-nyanyian rindu untuknya, tak ada salah bila angin
ikut semayatkan bisik-bisik kata cinta,,, atau mungkin memang dia masih belum
tahu jika aku telah kembali,,,,kembali ke Aceh. Semoga saja dia lekas tahu,,,
tahu jika aku masih menunggu janjinya.
the
end
Inuyhaw
Irs Ine
12-12-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagi para pembaca,,,, jangan lupa ya,,, comentnya,,,,,